Ukhuwah merupakan anugerah Allah SWT
yang tiada terhingga dan kenikmatan yang tidak dapat diukur oleh materi.
Sekalipun seluruh manusia berusaha untuk mengumpulkan harta mereka, namun itu
semua tidak dapat digunakan untuk membeli ‘ukhuwah’.
Karena ukhuwah tumbuh dan lahir dari cahaya keimanan. Allah SWT
berfirman:
وَأَلَّفَ
بَيْنَ قُلُوبِهِمْ ۚ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مَا أَلَّفْتَ
بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ ۚ إِنَّهُ عَزِيزٌ
حَكِيمٌ
Ukhuwah atau persaudaraan dalam
islam sangatlah populer disebutkan banyak orang, tapi pengamalannya
tidak semudah mengucapkannya, tapi kita sebagai muslim harus optimis bahwa
ukhuwah islamiyah ini suatu keniscayaan atau sesuatu yang memang bisa terjadi
bahkan harus terjadi. Sebab dengan ukhuwah ini ajaran islam bisa menyebar ke
seantero dunia, hal ini terbukti pada jaman Rasulullah Saw yang mana telah
terjadinya persaudaraan (ukhuwah) yang begitu indah antara kaum muhajirin
dengan kaum anshar, kita ketahui kaum muhajirin adalah kaum muslimin yang ikut
serta berhijrah bersama Rasulullah dari Mekkah ke Madinah, sedangkan kaum
anshar adalah kaum muslimin yang sudah menetap di Madinah dan mereka menyambut
dengan hangat kedatangan kaum muhajirin.
Persaudaran dalam Islam tidak
dibatasi dengan wilayah geografis; batas daerah, batas provinsi, batas negara,
bahkan menjangkau untuk seluruh belahan dunia dimana orang muslim dan mukmin
berada, juga tidak dikhususkan dengan bentuk fisik, warna kulit dan aneka ragam
suku bangsa di dunia ini, selama mereka muslim dan mukmin, maka
mereka adalah saudara kita. Ukhuwah islamiyyah dilambangkan bagaikan bangunan
yang kokoh sebagaimana hadits Rasulallah Saw ;“Sesungguhnya orang-orang
mukmin dengan orang-orang mukmin lainnya itu bagaikan bangunan yang satu,
bagiannya menguatkan bagian yang lain (H.R. Bukhari dan Muslim)”
Begitu pula seharusnya yang terjadi
diantara kita, sekalipun berbeda suku bangsa, berbeda golongan, berbeda partai
dan berbeda kepentingan, tapi kalau sudah diikat dengan islam dan iman, maka
perbedaan tadi menjadi lebur, dan tentunya kepentingan umum (umat) dan
kepentingan agama lebih didahulukan. Allah Swt, dalan kitab-Nya berfirman :
وَاعْتَصِمُوا
بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ
عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ
بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ
فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ
لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah,
dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu
ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan
hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara;
dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari
padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu
mendapat petunjuk. ”
(Q.S. Al-Imran : 103)
Dalam islam perbedaan itu merupakan
rahmat, sehingga terjadinya perbedahan dalam paham keagamaan tidak dijadikan
sebagai alasan untuk berpecah belah, bahkan harus dijadikan sebagai hikmah dan
menambah khazanah keilmuan dalam islam, artinya betapa kaya dan luasnya ilmu
islam, sehinga banyak sumber dan pendapat, bukankah pijakan keilmuan dalam
islam terutama bidang fiqih terdapat pada empat imam ;Imam Syafi’i, Imam
Hambali, Imam Hanafi, dan Imam Maliki, tapi para imam tersebut sama sekali
tidak terdengar melakukan pertengkaran satu sama lain, bahkan
diantara beliau bersikap tasamuh (toleransi) dan saling menguatkan.
Dengan demikian mudah-mudahan Allah menganugerahkan nikmat berupa kelezatan
beriman kepada-Nya, mendapat perlindungan Allah di dunia dan di akhirat.(EMC)
0 komentar:
Posting Komentar